Surabaya – Dalam sorotan perdebatan yang semakin hangat, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, berbicara mengenai potensi dampak dari pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia berpendapat bahwa tindakan tersebut hanya akan memicu kegembiraan bagi para pelaku korupsi.
Zaenur secara tegas menyampaikan pandangannya terkait isu kontroversial ini, dan pandangan tersebut mencuat sebagai respon atas pernyataan Kepala Dewan Pembina Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Megawati Soekarnoputri, yang mengusulkan pembubaran KPK. Namun, apakah pandangan Zaenur ini benar-benar dapat dibenarkan? Mari kita telusuri lebih dalam.
Mengurai Pernyataan Zaenur Rohman
Pembubaran KPK: Hari Raya Bagi Para Koruptor?
Menurut Zaenur Rohman, pembubaran KPK akan berujung pada suasana “hari raya” bagi para koruptor. Dalam pernyataannya kepada media pada 23 Agustus 2023, ia menegaskan bahwa para pelaku korupsi tidak akan lagi merasa terintimidasi seperti yang mereka alami di masa ketika KPK masih aktif. Ini, tentu saja, mengacu pada masa-masa ketika KPK masih memiliki otoritas besar dalam memberantas korupsi di Indonesia.
Kekuasaan dan Efektivitas KPK
Argumen penting yang dikemukakan oleh Zaenur adalah bahwa jika KPK benar-benar dibubarkan, tidak akan ada lagi lembaga yang dapat memiliki kemampuan untuk melawan korupsi dengan cukup efektif. Ini sejalan dengan pandangan banyak pihak yang menganggap KPK sebagai lembaga yang memiliki peran krusial dalam memberantas korupsi di negara ini.
Respons terhadap Megawati Soekarnoputri
Zaenur Rohman juga mengemukakan pandangannya sebagai tanggapan atas pernyataan Megawati Soekarnoputri, yang mengusulkan pembubaran KPK karena dianggap tidak efektif dalam memberantas korupsi. Pandangan ini memiliki relevansi yang kuat dengan lingkungan politik Indonesia, di mana pernyataan dari tokoh-tokoh terkemuka dapat memengaruhi arah kebijakan negara.
Ancaman Terhadap KPK
Upaya Melemahkan KPK
Tidak dapat disangkal bahwa keberadaan KPK telah menimbulkan ketidaknyamanan bagi banyak pihak yang berkepentingan dalam menjaga praktik korupsi. Zaenur mencatat bahwa ada upaya-upaya sistematis untuk melemahkan lembaga ini. Salah satunya adalah dengan mengkriminalisasi para pimpinan dan pegawai KPK, bahkan hingga melakukan tindakan fisik terhadap mereka. Contohnya adalah kasus serangan terhadap mantan penyidik senior Novel Baswedan.
Revisi Undang-Undang yang Mematikan
Menurut Zaenur, sejarah KPK mengenal dua serangan yang sangat merugikan, yang pertama adalah revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yang berujung pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Melalui perubahan hukum ini, KPK kehilangan independensinya dan menjadi lebih tunduk pada kekuasaan eksekutif. Pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) dan anggota Dewan Pengawas (Dewas) dipilih langsung oleh presiden.
Ancaman “Kuda Troya”
Ancaman kedua yang disebutkan oleh Zaenur adalah strategi “Kuda Troya” yang melibatkan pihak eksternal yang bekerja dari dalam lembaga. Pimpinan KPK yang seharusnya menjaga independensinya, malah dianggap sebagai “kuda troya” yang melakukan pelanggaran etik dan melemahkan lembaga tersebut dari dalam.
Megawati Soekarnoputri: Pengusulan Pembubaran KPK
Sebelumnya, Megawati Soekarnoputri, seorang tokoh politik dan mantan presiden Indonesia, juga telah mengusulkan pembubaran KPK. Pendapatnya yang kontroversial ini diaungkapkan dalam peranannya sebagai Ketua Dewan Pengarah BPIP. Ia berpendapat bahwa KPK tidak lagi efektif dalam melaksanakan tugasnya.
Kesimpulan
Pernyataan dan pandangan Zaenur Rohman, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi UGM, memberikan wawasan mendalam terhadap dinamika yang melibatkan KPK dan upaya-upaya untuk melemahkan lembaga ini. Sementara pandangan ini tidak dapat dianggap sebagai satu-satunya pandangan yang berlaku, namun pandangan tersebut tetap relevan dalam perdebatan yang lebih luas mengenai peran dan keberadaan KPK di tengah-tengah upaya memberantas korupsi di Indonesia.
FAQs
1. Apa pandangan Zaenur Rohman terkait pembubaran KPK?
Menurut Zaenur Rohman, pembubaran KPK hanya akan menjadi kegembiraan bagi para koruptor dan akan menghilangkan lembaga yang efektif dalam memberantas korupsi.
2. Apa yang dimaksud dengan “Kuda Troya” dalam konteks melemahkan KPK?
“Kuda Troya” merujuk pada upaya memasukkan pihak eksternal yang bekerja dari dalam lembaga untuk melemahkan KPK, terutama oleh para pimpinan yang dianggap melakukan pelanggaran etik.
3. Mengapa Megawati Soekarnoputri mengusulkan pembubaran KPK?
Megawati Soekarnoputri mengusulkan pembubaran KPK karena ia percaya bahwa lembaga tersebut tidak lagi efektif dalam memberantas korupsi.
4. Bagaimana dampak revisi Undang-Undang terhadap KPK?
Revisi Undang-Undang mengakibatkan KPK kehilangan independensinya dan menjadi lebih tunduk pada kekuasaan eksekutif, serta perubahan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).
5. Apa implikasi dari perdebatan ini terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia?
Perdebatan ini menggambarkan kompleksitas dan tantangan dalam menjaga independensi dan efektivitas lembaga pemberantasan korupsi di Indonesia, di tengah upaya untuk mengatasi praktik korupsi.