Jakarta – Sebuah penelitian yang dilakukan di China telah mengungkapkan hasil yang mengejutkan terkait dampak penyemprotan air terhadap polusi udara. Penelitian ini menunjukkan bahwa tindakan penyemprotan air ke jalan-jalan bukanlah solusi yang efektif untuk mengatasi polusi udara, bahkan bisa membuat situasinya menjadi lebih buruk.
Polda Metro Jaya di Indonesia sebelumnya telah mengerahkan empat unit water cannon untuk menyemprot jalan-jalan protokol dalam upaya mengurangi polusi udara. Namun, penelitian di China menunjukkan bahwa langkah tersebut bisa membawa dampak yang berlawanan dengan tujuan awalnya.
Penelitian ini, yang diterbitkan dalam jurnal National Library of Medicine pada Mei 2021, menyoroti bahwa penyemprotan air justru meningkatkan konsentrasi partikel PM 2,5 yang merupakan salah satu bentuk polusi udara. Menanggapi hasil penelitian ini, Fengzhu Tan, seorang peneliti dan pakar kesehatan masyarakat, menyatakan bahwa penyemprotan air bisa menyebabkan partikel-partikel tersebut kembali naik ke udara, menyebabkan peningkatan polusi.
Edvin Aldrian, seorang profesor yang mengkhususkan diri dalam bidang iklim di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), juga sependapat dengan temuan ini. Menurut Aldrian, selain membuang-buang air, penyemprotan air juga berpotensi mengangkat polutan yang ada di tanah kembali ke udara. Partikel-partikel halus seperti PM 2,5 bisa terangkat bersama dengan uap air yang menguap setelah penyemprotan.
Aldrian menambahkan bahwa penyemprotan air tidak hanya meningkatkan polusi, tetapi juga berkontribusi pada peningkatan partikel-partikel halus yang berukuran 2,5 mikrometer. Hal ini mengindikasikan bahwa tindakan ini justru memperburuk kualitas udara.
Meskipun ada rencana untuk melakukan hujan buatan guna meredam polusi udara, Aldrian menunjukkan bahwa rencana ini sulit dilaksanakan terutama pada musim kemarau ketika awan jarang tersedia.
Aldrian mengusulkan suatu solusi alternatif yang dapat diadopsi oleh Indonesia, yaitu menggunakan metode tirai air yang mirip dengan prinsip air terjun dalam ruangan seperti yang ada di Jewel Changi Airport, Singapura. Prinsip ini melibatkan penggunaan air dalam jumlah yang sama tanpa ada pembuangan air yang tidak perlu. Air akan disaring untuk menghilangkan partikel-partikel polutan, lalu akan diarahkan kembali ke atas dan dijatuhkan lagi, menjadikannya seperti sebuah air terjun.
Teknologi serupa telah diterapkan di beberapa tempat seperti bandara Changi di Singapura, Siam Paragon di Bangkok, dan juga di Kuala Lumpur. Aldrian berpendapat bahwa jika gedung-gedung di kawasan perkotaan mengadopsi prinsip ini, hal ini dapat membantu menurunkan tingkat polusi udara.
Dalam pandangannya, penggunaan teknologi tirai air yang dapat mendaur ulang air tersebut adalah solusi yang berpotensi mengurangi polusi udara dengan lebih efektif daripada penyemprotan air konvensional. Teknologi ini tidak hanya mampu membersihkan udara tetapi juga dapat menghemat penggunaan air.
Dalam menghadapi masalah yang semakin mendesak terkait polusi udara, solusi yang inovatif dan efektif seperti teknologi tirai air ini bisa menjadi langkah penting dalam menjaga kualitas udara yang lebih baik di perkotaan.